1. apa pengertian evolusi menurut anda?
2. apakah anda setuju dengan teori evolusi manusia oleh darwin? kemukakan pendapat anda!
3. jelaskan mekanisme evolusi!
4. apa pendapat anda mengenai teori evolusi lamarck?
5. apakah anda mengalami evolusi? jelaskan!
Entri Populer
-
ETIKA BISNIS Etika merupakan suatu ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral . Etika tidak mempersoalkan...
-
FAKTOR FISIK PERAIRAN 1. Arus Arus air adalah pergerakan massa air menuju ketempat lain yang disebabkan oleh perbedaan ketinggian das...
-
Struktur Fungsi Jaringan pada Tumbuhan- Masih ingatkah Anda apa yang dimaksud dengan sel? Sel terdapat pada makhluk uniseluler dan mult...
-
KURIKULUM KBK DAN KTSP Berdasar pada hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal sebagai berikut : perkembangon ilmu pengetahuan dan teknologi ...
-
Super junior pun hanyalah manusia biasa yang suka dengan kelucuan dengan hiburan diantara personilnya. Cerita lucu super junior ini bisa m...
-
A. Struktur Akar dan Fungsinya Pernahkah kamu mencabut tanaman, misalnya kedelai, kacang, jagung, atau yang lain? Bagaimana bentuk ba...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan a...
-
ANALISIS NOVEL ARVAYUNA KARYA RIANNA WATI Abstract Story of the hardness of a man who lived with his w...
-
English conversation 7 : Informal and formal introducing Latihan percakapan di posting hari ini, nampaknya agak mundur ke belakang, ka...
-
PENGERTIAN ETIKA Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yait...
Senin, 05 November 2012
Kamis, 18 Oktober 2012
FAKTOR FISIK PERAIRAN
1. Arus
Arus air adalah pergerakan massa air
menuju ketempat lain yang disebabkan oleh perbedaan ketinggian dasar perairan,
kerapatan molekul air, atau karena tiupan angin. Arus dapat bergerak secara
vertikal maupun horisontal. Pada ekosistem perairan arus memiliki peran yang
sangat penting terutama berkaitan dengan pola sebaran organisme, pengangkutan
energi, gas-gas terlarut dan mineral di dalam air. Arus juga akan berpengaruh
terhadap substrat dasar perairan. Dalam perairan dikenal ada dua tipe arus
yaitu turbulen dan laminar. Turbulen merupakan arus air
yang bergerak kesegala arah sehingga air akan terdistribusi keseluruh bagian
perairan, sedangkan laminar yaitu arus air yang bergerak kesatu arah
tertentu saja. Pada ekosistem perairan lentik yang relatif dalam akan
memungkinkan terjadinya arus vertikal yaitu pergerakan air dari dasar ke
permukaan atau sebaliknya. Hal tersebut karena adanya stratifikasi suhu pada
perairan tersebut. Kenaikan suhu perairan akan menyebabkan menurunnya kerapatan
molekul air, air akan bergerak dari massa yang memiliki kerapatan molekul lebih
tinggi ke yang lebih rendah. Arus vertikal ini berperan sangat penting terhadap
distribusi gas terlarut, mineral, kekeruhan, dan organisme planktonik. Pada
ekosistem lotik arus memiliki peranan yang sangat penting. Pada ekosistem ini
arus sangat fluktuatif dari waktu ke waktu karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: sudut kemiringan dasar perairan, tipe substrat dasar, musim,
debit air, luas permukaan perairan, dan tipe alur sungai (lurus atau berkelok).
Pada ekosistem sungai yang lurus
arus cenderung bergerak relatif lebih cepat, apalagi jika volume debit air
besar (musim penghujan) dan dengan sudut kemiringan dasar perairan besar.
Dengan kondisi demikian dan adanya arus turbulen maka air sungai dapat bergerak
keluar dari badan air dan menggenangi wilayah di sekitar Daerah
Aliran Sungai (DAS). Pada alur sungai yang lurus arus air tercepat
berada pada bagian
tengah sungai, karena daerah ini tidak ada gesekan secara fisik
dengan dua sisi DAS
yang dapat memperlambat aliran. Pada alur sungai yang berkelok
(meander), kecepatan arus paling tinggi akan dijumpai pada bagian luar pinggir
sungai, sesuai dengan hukum fisika massa sentrifugal.
Pada ekosistem sungai yang
didominasi oleh substrat dasar berbatu akan
ditemui kondisi arus dengan kecepatan relatif lambat, terutama di
belakang batubatuan
besar di dasar perairan. Daerah berarus lambat ini merupakan
habitat sangat ideal bagi organisme air yang secara morfologi bukan tipikal
organisme yang mampu beradaptasi terhadap habitat perairan berarus deras.
Beberapa organisme yang beradaptasi secara tingkah laku seperti ini antara lain
adalah berbagai jenis larva arthropoda, crustacea, dan beberapa jenis ikan
seperti ikan lele (Clarias sp) yang secara morfologi bukan tipikal ikan
yang berhabitat alamiah di perairan berarus deras. Organisme secara alamiah
memiliki habitat tertentu dan hal itu dicirakan oleh morfologinya. Ikan-ikan
yang memiliki habitat alamiah di perairan berarus deras akan memiliki morfologi
yang khas berupa bentuk tubuh yang streamline seperti ditunjukkan pada
ikan Puntius sp., Mugil sp. dan lain-lain. Pada Turbelaria dan
Hirudineae yang hidup di perairan yang berarus deras memiliki tubuh yang
rata dan mendatar sehingga mengurangi gaya gesek organisme tersebut dengan arus
air. Organisme pada kondisi tertentu juga mampu hidup di habitat yang bukan
habitat alamiahnya dengan cara adaptasi secara tingkah laku.
2. Suhu/ temperatur
Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi
baik harian maupun tahunan, terutama mengikuti pola temperatur udara lingkungan
sekitarnya, intensitas cahaya matahari, letak geografis, penaungan dan kondisi
internal perairan itu sendiri seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan
timbunan bahan organik di dasar perairan. Suhu memiliki peran yang sangat
penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai jenis gas di dalam
air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan sangat
dipengaruhi oleh suhu. Sebagaimana diketahui bahwa meningkatnya
suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju metabolisme sebesar 2 – 3 kali lipat.
Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat,
sementara dilain pihak naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen
dalam air menurun. Fenomena ini akan menyebabkan organisme air mengalami
kesulitan untuk respirasi
Pada ekosistem perairan daerah tropis suhu cenderung konstan
sepanjang tahun, berbeda dengan ekosistem perairan di daerah subtropis. Hal ini
berhubungan dengan musim. Di daerah tropis tidak mengenal musim dingin sehingga
tidak ada kondisi dimana lingkungan berada pada suhu yang ekstrim rendah.
Seperti pengamatan yang dilakukan di sungai Donan dan Sapuregel Cilacap,
terlihat tidak terjadi perubahan suhu yang drastis sepanjang tahun. Suhu
perairan berkisar antara 29 – 32° C ( Satino, 2001).
Di daerah tropis suhu lebih berfluktuasi berdasarkan ketinggian
tempat (latitude). Pada daerah hulu suhu relatif lebih rendah di banding dengan
suhu perairan di daerah hilir, selain karena berhubungan dengan suhu lingkungan
juga disebabkan oleh perbedaan aktivitas manusia di kedua daerah tersebut. Suhu
air juga akan turun seiring dengan meningkatnya kedalaman, tetapi di perairan
tropis tidak terjadi penurunan yang ekstrem.
Berhubungan dengan suhu perairan,
harus diketahui bahwa organisme air memiliki kisaran toleransi yang
berbeda-beda terhadap suhu media tempat hidupnya. Terdapat organisme yang
memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap perubahan suhu lingkungan (euriterm)
dan ada jenis yang kisaran toleransinya sempit (stenoterm). Kondisi
tersebut menyebabkan sesuatu yang wajar apabila terdapat perbedaan signifikan
jenis organisme yang hidup pada daerah yang memilki letak geografis yang
berbeda, karena organisme memiliki temperatur lethal baik lethal atas maupun
lethal bawah terhadap suhu. Kemampuan organisme untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan suhu idealnya, meskipun tidak menyebabkan kematian akan
dapat berakibat terhadap laju pertumbuhan dan umur/masa hidup organisme. Laju
pertumbuhan sangat berkorelasi dengan proses metabolisme tubuh, dan peningkatan
metabolisme akibat kenaikan suhu tentu akan mempercepat pertumbuhan.
Peningkatan metabolisme juga akan mimicu meningkatnya aktifitas fisiologis yang
berhubungan dengan proses biokimiawi dan kerja organ. Dengan maksimalnya
pertumbuhan dan kerja organ maka
dapat berakibat terhadap berkurangnya masa hidup organisme.
3. Substrat Dasar
Substrat dasar perairan dapat
menjadi faktor pembatas, baik secara sendiri maupun komulatif terhadap
organisme perairan. Substrat dasar perairan sangat berhubungan dengan kecepatan
arus, dan aktivitas manusia di sepanjang DAS. Substrat dasar akan berpengaruh
terhadap distribusi organisme perairan. Organisme perairan secara morfologi
memiliki kekhasan tertentu untuk dapat hidup pada habitat perairan dengan tipe
substrat dasar tertentu. Jenis-jenis gastropoda banyak ditemukan pada ekosistem
perairan dengan substrat dasar berbatu, hal ini karena gastropoda memiliki
kemampuan untuk melekat kuat pada substrat bebatuan dan juga dilengkapi cangkang
yang keras sehingga dapat melindungi tubuhnya apabila terjadi benturan dengan
substrat yang keras. Kelompok bivalvia dan vermes lebih banyak ditemukan pada
ekosistem perairan dengan substrat dasar berpasir atau berlumpur.
4. Kekeruhan/turbiditas
Kekeruhan/turbidaitas adalah
banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam air. Turbiditas pada ekositem
perairan juga sangat berhubungan dengan kedalaman, kecepatan arus, tipe
substrat dasar, dan suhu perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah
menurunnya daya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya
menurunkan produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis fitoplankton dan
tumbuhan bentik. Peningkatan kekeruhan pada ekosistem perairan juga akan berakibat
terhadap mekanisme pernafsan organisme perairan. Apabila kekeruhan semakin
tinggi maka sebagian materi terlarut tersebut akan menempel pada bagian
rambut-rambut insang sehingga kemampuan insang untuk mengambil oksigen
terlarut menjadi menurun, bahkan pada tingkat kekeruhan tertentu
dapat menyebabkan insang tidak dapat berfungsi dan menyebabkan kematian.
5. Penetrasi Cahaya Matahari / Kecerahan
Penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan akan mempengaruhi produktifitas primer. Kedalaman penetrasi cahaya
matahari kedalam perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tingkat
kekeruhan perairan, sudut datang cahaya matahari dan intensitas cahaya
matahari. Pada batas akhir cahaya matahari mampu menembus perairan disebut
sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana cahaya
matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi
berada dalam keseimbangan
Bagi organisme perairan, intensitas
cahaya matahari yang masuk berfungsi
sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme pada
habitatnya. Beberapa jenis larva serangga akan melakukan gerakan lokomotif
sebagai bentuk reaksi terhadap menurunnya intensitas cahaya matahari. Larva ini
akan keluar dari persembunyiannya yang terdapat pada bagian bawah bebatuan di
dasar perairan
menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makan.
6. Kedalaman
Kedalaman perairan berperan penting
terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka
terdapat zona-zona yang masingmasing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu,
kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan
tekanan hidrostatik. Perubahan faktorfaktor
fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan
menyebabkan
respon yang berbeda biota di dalamnya.
KIMIAWI PERAIRAN
1. pH
Nilai pH menyatakan konsentarasi ion
hidrogen (H+) dalam larutan atau didefinisikan sebagai logaritma dari
resiprokal aktivitas ion hidrogen yang secara matematis dinyatakan dengan
persamaan pH = log 1/H+. H+ adalah jumlah ion hidrogen dalam mol per liter
larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen
akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa.
Dalam air yang bersih, jumlah konsentrasi ion H+ dan OH־ berada dalam keseimbangan atau dikenal dengan
pH = 7. Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut
sebagai larutan asam. Sebaliknya apabila ion hidrogen berkurang akan
menyebabkan nilai pH naik dan dikenal dengan larutan basa. Organisme perairan
dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam lemah sampai dengan basa lemah.
Kondisi perairan yang bersifat asam kuat ataupun basa kuat akan membahayakan
kelangsungan hidup biota, karena akan menggangu proses metabolisme dan
respirasi. Perairan dengan kondisi asam kuat akan menyebabkan logam berat
seperti aluminium memiliki mobilitas yang meningkat dan karena logam ini
bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan biota. Sedangkan keseimbanga amonium
dan amoniak akan terganggu apabila pH air terlalu basa. Kenaikan pH di atas
netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga toksik terhadap biota.
2. DO
DO atau oksigen terlarut merupakan
jumlah gas O2 yang diikat oleh molekul air. Kelarutan O2 di dalam air terutama
sangat dipengaruhi oleh suhu dan mineral terlarut dalam air. Kelarutan maksimum
oksigen dalam air terdapat pada suhu 0 C°, yaitu sebesar 14,16 mg/l.
Konsentrasi ini akan menurun seiring peningkatan ataupun penurunan suhu. Sumber
utama DO dalam perairan adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan
penyerapan/pengikatan secara langsung oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan
air dengan udara. Sedangkan berkurangnya DO dalam perairan adalah kegiatan
respirasi organisme perairan atau melalui pelepasan secara langsung dari permukaan
perairan ke atmosfer. Pengaruh DO terhadap biota perairan hanya sebatas pada
kebutuhan untuk respirasi, berbeda dengan pengaruh suhu yang cenderung lebih
komplek. Beberapa organisme perairan bahkan memiliki mekanisme yang
memungkinkan dapat hidup pada kondisi oksigen terlarut yang sangat rendah.
Beberapa contoh species yang memiliki kemampuan ini adalah larva dari Diptera
dan Coleoptera serta larva dan pupa dari Culex sp. Organisme
ini mempunyai sistem trachea terbuka seperti yang dimiliki oleh insekta
terrestrial. Organisme ini dapat mengambil oksigen untuk respirasi dengan
mengambil dari udara di permukaan air. Kemampuan tersebut menjadikan organisme
ini dapat digunakan sebagai bioindikator ekosistem perairan yang tercemar oleh
buangan limbah organik.
Bebrapa organisme perairan juga
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan yang miskin oksigen seperti yang
dilakukan oleh Planaria sp. Organisme ini apabila dalam perairan oksigen
terlarut sangat rendah maka akan menurunkan konsumsi oksigen untuk
respirasi, selanjutnya kekurangan oksigen tersebut akan dikompensasi
pada proses respirasi selanjutnya dengan meningkatkan konsumsi oksigen,
jadi organisme ini memiliki mekanisme yang unik dengan menyimpan oksigen
di dalam tubuhnya untuk dimanfaatkan ketika lingkungan DO nya rendah.
Mekanisme lain ditunjukan oleh species cacing Tubifex sp yang dapat hidup
pada kondisi perairan tercemar bahan organik dan miskin oksigen terlarut. Mekanisme
yang dilakukan oleh cacing ini adalah dengan membenamkan bagian kepalanya
ke dalam lumpur sedangkan tubuh yang lain menjulur ke perairan. Dengan luas
permukaannya organisme ini menyerap langsung DO melalui seluruh bagian tubuh
yang menjurai ke dalam air. Secara umum organisme perairan memiliki daya
adaptasi yang baik
terhadap DO rendah pada suhu yang relatif rendah. Hal ini berkaitan
dengan kebutuhan oksigen untuk proses fisiologis dan reaksi biokimiawi dalam
tubuh organisme.
3. BOD
Nilai BOD (Biological Oxygen
Demand) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme aerob
untuk aktivitas hidup. Secara spesifik dalam hal ini
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob
untuk mendegradasi senyawa organik dalam perairan. Setelah melalui berbagai
proses penelitian yang panjang dan berulang-ulang berhasil ditentukan
pengukuran BOD dilakukan selama 5 hari atau dikenal dengan BOD5 pada suhu 20°
C. Selisih antara
oksigen terlarut pada hari ke-0 dengan oksigen terlarut yang diukur
setelah hari ke-5
yang didedah pada suhu 20° C disebut sebagai banyaknya oksigen yang
dibutuhkan
oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik dalam
perairan. Nilai BOD
menunjukkan kandungan bahan organik dalam perairan, semakin tinggi
nilai BOD
maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut banyak mengandung
bahan organik di
dalamnya. Demikian juga sebaliknya, apabila nilai BOD rendah maka
mengindikasikan bahwa perairan tersebut miskin bahan organik.
4. COD
Nilai COD (Chemical Oxygen Demand)
menunjukan jumlah oksigen total
yang dibutuhkan di dalam perairan untuk mengoksidasi senyawa
kimiawi yang masuk
ke dalam perairan seperti minyak, logam berat maupun bahan kimiawi
lain. Besarnya
nilai COD mengindikasikan banyaknya senyawa kimiaei yang ada di
dalam perairan
dan sebaliknya rendahnya nilai COD mengindikasikan rendahnya senyawa
kimia di
dalam perairan. BOD dinyatakan dalam mg/lt
5. CO2
CO2 dalam air meskipun sangat mudah
larut dalam air tetapi umumnya berada dalam keadaan terikat dengan air
membentuk asam karbonat (H2CO3). Keterikatan CO2 dalam air dalam bentuk H2CO3 sangat
dipengaruhi oleh nilai pH air. Pada pH Air yang rendah (pH = 4) karbondioksida
berada dalam keadaan terlarut, pada pH antara 7 – 10 semua karbondioksida dalam
bentuk ion HCO3־,
sedangkan pada pH sekitar 11 karbondioksida dijumpai dalam bentuk ion CO32- , sehingga
dalam keadaan basa akan menyebabkan peningkatan ion karbonat dan bikarbonat
dalam perairan.
Karbondioksida dalam air dapat
berasal dari pengikatan langsung dari udara bebas, dan melalui proses respirasi
organisme. Karbondioksida dalam perairan sangat dibutuhkan terutama oleh
tumbu-tumbuhan air termasuk algae untuk fotosistesis. Ada perbedaan mendasar
antara fotosintesis yang berlangsung pada tumbuhan aquatik dengan fotosintesis
tumbuhan tersestrial. Sumber karbondioksida yang dibutuhkan pada proses
fotosintesis tumbuhan terestrial sepenuhnya langsung diambil dari atmosfir,
sementara proses fotosintesis dalam lingkungan aquatiktergantung pada sumber
karbondioksida yang terlarut dalam air. Ada jenis tumbuhan air yang dapat memanfaatkan
karbondioksida bebas yang terlarut dalam air secara langsung, tetapi karena pH
dalam perairan umumnya netral, maka jarang ditemukan karbondioksida dalam
bentuk bebas. Berdasarkan pada sumber karbondioksida yang dibutuhkan untuk proses
fotosintesis, maka tumbuhan air dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:
a.
Tipe fontinalis, yaitu tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan
karbondioksida bebas, seperti pada lumut air (Fonatinalis
antipyretica)
b.
Tipe Elodea, yaitu tumbuhan air yang untuk fotosintesis selain membutuhkan karbondioksida
bebas juga dalam bentuk ion-ion karbonat
c.
Tipe Scenedesmus, yaitu tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan
ion bikarbonat, biasanya dilakukan oleh ganggang hijau
Pada perairan yang mengandung
kalsium tinggi, karbondioksida akan berikatan dengan kalsium karbonat membentuk
kalsium hidrogen bikarbonat. Senyawa ini akan menjadi cadangan karbondioksida
untuk fotosintesis.
6. Nitrogen
Dalam ekosistem perairan nitrogen dapat terdapat dalam berbagai
bentuk. Sebagian besar dalam bentuk nitrogen molekuker (N2), dan sebagian kecil
dalam bentuk nitrit (NO2) atau nitrat (NO3), serta Amonia (NH4). Nitrogen
memegang peranan kritis dalam daur bahan organik untuk menghasilkan asam amino
yang merupakan bahan dasar penyusunan protein.
Nitrogen terlarut dalam ekosistem
perairan dapat berasal dari pengikatan molekul nitrogen oleh bakteri pengikat
nitrogen, penguraian sisa-sisa organisme yang mati, dan proses oksidasi yang
dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat siklus
nitrogen pada buku Limnology (Goldman)
7. Fosfat
Fosfat dalam ekosistem perairan
dapat terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti protein ataupun gula,
sebagian dalam bentuk kalsium fosfat (CaPO4) dan besi fosfat (FePO4) anorganik.
Fosfat tersedia melimpah dalam perairan dalam bentuk ortofosfat. Senyawa
anorganik ini dihasilkan oleh bakteri melalui pemecahan fosfat organik dari
organisme yang mati. Proses ini berlangsung relatif mudah dan cepat, sehingga
dalam ekosistem perairan fosfat bukan merupakan pembatas karena selalu tersedia
dalam jumlah yang cukup.
sifat fisik kimia perairan
FAKTOR FISIK PERAIRAN
1. Arus
Arus air adalah pergerakan massa air
menuju ketempat lain yang disebabkan oleh perbedaan ketinggian dasar perairan,
kerapatan molekul air, atau karena tiupan angin. Arus dapat bergerak secara
vertikal maupun horisontal. Pada ekosistem perairan arus memiliki peran yang
sangat penting terutama berkaitan dengan pola sebaran organisme, pengangkutan
energi, gas-gas terlarut dan mineral di dalam air. Arus juga akan berpengaruh
terhadap substrat dasar perairan. Dalam perairan dikenal ada dua tipe arus
yaitu turbulen dan laminar. Turbulen merupakan arus air
yang bergerak kesegala arah sehingga air akan terdistribusi keseluruh bagian
perairan, sedangkan laminar yaitu arus air yang bergerak kesatu arah
tertentu saja. Pada ekosistem perairan lentik yang relatif dalam akan
memungkinkan terjadinya arus vertikal yaitu pergerakan air dari dasar ke
permukaan atau sebaliknya. Hal tersebut karena adanya stratifikasi suhu pada
perairan tersebut. Kenaikan suhu perairan akan menyebabkan menurunnya kerapatan
molekul air, air akan bergerak dari massa yang memiliki kerapatan molekul lebih
tinggi ke yang lebih rendah. Arus vertikal ini berperan sangat penting terhadap
distribusi gas terlarut, mineral, kekeruhan, dan organisme planktonik. Pada
ekosistem lotik arus memiliki peranan yang sangat penting. Pada ekosistem ini
arus sangat fluktuatif dari waktu ke waktu karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: sudut kemiringan dasar perairan, tipe substrat dasar, musim,
debit air, luas permukaan perairan, dan tipe alur sungai (lurus atau berkelok).
Pada ekosistem sungai yang lurus
arus cenderung bergerak relatif lebih cepat, apalagi jika volume debit air
besar (musim penghujan) dan dengan sudut kemiringan dasar perairan besar.
Dengan kondisi demikian dan adanya arus turbulen maka air sungai dapat bergerak
keluar dari badan air dan menggenangi wilayah di sekitar Daerah
Aliran Sungai (DAS). Pada alur sungai yang lurus arus air tercepat
berada pada bagian
tengah sungai, karena daerah ini tidak ada gesekan secara fisik
dengan dua sisi DAS
yang dapat memperlambat aliran. Pada alur sungai yang berkelok
(meander), kecepatan arus paling tinggi akan dijumpai pada bagian luar pinggir
sungai, sesuai dengan hukum fisika massa sentrifugal.
Pada ekosistem sungai yang
didominasi oleh substrat dasar berbatu akan
ditemui kondisi arus dengan kecepatan relatif lambat, terutama di
belakang batubatuan
besar di dasar perairan. Daerah berarus lambat ini merupakan
habitat sangat ideal bagi organisme air yang secara morfologi bukan tipikal
organisme yang mampu beradaptasi terhadap habitat perairan berarus deras.
Beberapa organisme yang beradaptasi secara tingkah laku seperti ini antara lain
adalah berbagai jenis larva arthropoda, crustacea, dan beberapa jenis ikan
seperti ikan lele (Clarias sp) yang secara morfologi bukan tipikal ikan
yang berhabitat alamiah di perairan berarus deras. Organisme secara alamiah
memiliki habitat tertentu dan hal itu dicirakan oleh morfologinya. Ikan-ikan
yang memiliki habitat alamiah di perairan berarus deras akan memiliki morfologi
yang khas berupa bentuk tubuh yang streamline seperti ditunjukkan pada
ikan Puntius sp., Mugil sp. dan lain-lain. Pada Turbelaria dan
Hirudineae yang hidup di perairan yang berarus deras memiliki tubuh yang
rata dan mendatar sehingga mengurangi gaya gesek organisme tersebut dengan arus
air. Organisme pada kondisi tertentu juga mampu hidup di habitat yang bukan
habitat alamiahnya dengan cara adaptasi secara tingkah laku.
2. Suhu/ temperatur
Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi
baik harian maupun tahunan, terutama mengikuti pola temperatur udara lingkungan
sekitarnya, intensitas cahaya matahari, letak geografis, penaungan dan kondisi
internal perairan itu sendiri seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus dan
timbunan bahan organik di dasar perairan. Suhu memiliki peran yang sangat
penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai jenis gas di dalam
air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan sangat
dipengaruhi oleh suhu. Sebagaimana diketahui bahwa meningkatnya
suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju metabolisme sebesar 2 – 3 kali lipat.
Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat,
sementara dilain pihak naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen
dalam air menurun. Fenomena ini akan menyebabkan organisme air mengalami
kesulitan untuk respirasi
Pada ekosistem perairan daerah tropis suhu cenderung konstan
sepanjang tahun, berbeda dengan ekosistem perairan di daerah subtropis. Hal ini
berhubungan dengan musim. Di daerah tropis tidak mengenal musim dingin sehingga
tidak ada kondisi dimana lingkungan berada pada suhu yang ekstrim rendah.
Seperti pengamatan yang dilakukan di sungai Donan dan Sapuregel Cilacap,
terlihat tidak terjadi perubahan suhu yang drastis sepanjang tahun. Suhu
perairan berkisar antara 29 – 32° C ( Satino, 2001).
Di daerah tropis suhu lebih berfluktuasi berdasarkan ketinggian
tempat (latitude). Pada daerah hulu suhu relatif lebih rendah di banding dengan
suhu perairan di daerah hilir, selain karena berhubungan dengan suhu lingkungan
juga disebabkan oleh perbedaan aktivitas manusia di kedua daerah tersebut. Suhu
air juga akan turun seiring dengan meningkatnya kedalaman, tetapi di perairan
tropis tidak terjadi penurunan yang ekstrem.
Berhubungan dengan suhu perairan,
harus diketahui bahwa organisme air memiliki kisaran toleransi yang
berbeda-beda terhadap suhu media tempat hidupnya. Terdapat organisme yang
memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap perubahan suhu lingkungan (euriterm)
dan ada jenis yang kisaran toleransinya sempit (stenoterm). Kondisi
tersebut menyebabkan sesuatu yang wajar apabila terdapat perbedaan signifikan
jenis organisme yang hidup pada daerah yang memilki letak geografis yang
berbeda, karena organisme memiliki temperatur lethal baik lethal atas maupun
lethal bawah terhadap suhu. Kemampuan organisme untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan suhu idealnya, meskipun tidak menyebabkan kematian akan
dapat berakibat terhadap laju pertumbuhan dan umur/masa hidup organisme. Laju
pertumbuhan sangat berkorelasi dengan proses metabolisme tubuh, dan peningkatan
metabolisme akibat kenaikan suhu tentu akan mempercepat pertumbuhan.
Peningkatan metabolisme juga akan mimicu meningkatnya aktifitas fisiologis yang
berhubungan dengan proses biokimiawi dan kerja organ. Dengan maksimalnya
pertumbuhan dan kerja organ maka
dapat berakibat terhadap berkurangnya masa hidup organisme.
3. Substrat Dasar
Substrat dasar perairan dapat
menjadi faktor pembatas, baik secara sendiri maupun komulatif terhadap
organisme perairan. Substrat dasar perairan sangat berhubungan dengan kecepatan
arus, dan aktivitas manusia di sepanjang DAS. Substrat dasar akan berpengaruh
terhadap distribusi organisme perairan. Organisme perairan secara morfologi
memiliki kekhasan tertentu untuk dapat hidup pada habitat perairan dengan tipe
substrat dasar tertentu. Jenis-jenis gastropoda banyak ditemukan pada ekosistem
perairan dengan substrat dasar berbatu, hal ini karena gastropoda memiliki
kemampuan untuk melekat kuat pada substrat bebatuan dan juga dilengkapi cangkang
yang keras sehingga dapat melindungi tubuhnya apabila terjadi benturan dengan
substrat yang keras. Kelompok bivalvia dan vermes lebih banyak ditemukan pada
ekosistem perairan dengan substrat dasar berpasir atau berlumpur.
4. Kekeruhan/turbiditas
Kekeruhan/turbidaitas adalah
banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam air. Turbiditas pada ekositem
perairan juga sangat berhubungan dengan kedalaman, kecepatan arus, tipe
substrat dasar, dan suhu perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah
menurunnya daya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya
menurunkan produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis fitoplankton dan
tumbuhan bentik. Peningkatan kekeruhan pada ekosistem perairan juga akan berakibat
terhadap mekanisme pernafsan organisme perairan. Apabila kekeruhan semakin
tinggi maka sebagian materi terlarut tersebut akan menempel pada bagian
rambut-rambut insang sehingga kemampuan insang untuk mengambil oksigen
terlarut menjadi menurun, bahkan pada tingkat kekeruhan tertentu
dapat menyebabkan insang tidak dapat berfungsi dan menyebabkan kematian.
5. Penetrasi Cahaya Matahari / Kecerahan
Penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan akan mempengaruhi produktifitas primer. Kedalaman penetrasi cahaya
matahari kedalam perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tingkat
kekeruhan perairan, sudut datang cahaya matahari dan intensitas cahaya
matahari. Pada batas akhir cahaya matahari mampu menembus perairan disebut
sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana cahaya
matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi
berada dalam keseimbangan
Bagi organisme perairan, intensitas
cahaya matahari yang masuk berfungsi
sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme pada
habitatnya. Beberapa jenis larva serangga akan melakukan gerakan lokomotif
sebagai bentuk reaksi terhadap menurunnya intensitas cahaya matahari. Larva ini
akan keluar dari persembunyiannya yang terdapat pada bagian bawah bebatuan di
dasar perairan
menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makan.
6. Kedalaman
Kedalaman perairan berperan penting
terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut. Semakin dalam perairan maka
terdapat zona-zona yang masingmasing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu,
kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya matahari dan
tekanan hidrostatik. Perubahan faktorfaktor
fisik dan kimiawi perairan akibat perubahan kedalaman akan
menyebabkan
respon yang berbeda biota di dalamnya.
KIMIAWI PERAIRAN
1. pH
Nilai pH menyatakan konsentarasi ion
hidrogen (H+) dalam larutan atau didefinisikan sebagai logaritma dari
resiprokal aktivitas ion hidrogen yang secara matematis dinyatakan dengan
persamaan pH = log 1/H+. H+ adalah jumlah ion hidrogen dalam mol per liter
larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen
akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa.
Dalam air yang bersih, jumlah konsentrasi ion H+ dan OH־ berada dalam keseimbangan atau dikenal dengan
pH = 7. Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut
sebagai larutan asam. Sebaliknya apabila ion hidrogen berkurang akan
menyebabkan nilai pH naik dan dikenal dengan larutan basa. Organisme perairan
dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam lemah sampai dengan basa lemah.
Kondisi perairan yang bersifat asam kuat ataupun basa kuat akan membahayakan
kelangsungan hidup biota, karena akan menggangu proses metabolisme dan
respirasi. Perairan dengan kondisi asam kuat akan menyebabkan logam berat
seperti aluminium memiliki mobilitas yang meningkat dan karena logam ini
bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan biota. Sedangkan keseimbanga amonium
dan amoniak akan terganggu apabila pH air terlalu basa. Kenaikan pH di atas
netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga toksik terhadap biota.
2. DO
DO atau oksigen terlarut merupakan
jumlah gas O2 yang diikat oleh molekul air. Kelarutan O2 di dalam air terutama
sangat dipengaruhi oleh suhu dan mineral terlarut dalam air. Kelarutan maksimum
oksigen dalam air terdapat pada suhu 0 C°, yaitu sebesar 14,16 mg/l.
Konsentrasi ini akan menurun seiring peningkatan ataupun penurunan suhu. Sumber
utama DO dalam perairan adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan
penyerapan/pengikatan secara langsung oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan
air dengan udara. Sedangkan berkurangnya DO dalam perairan adalah kegiatan
respirasi organisme perairan atau melalui pelepasan secara langsung dari permukaan
perairan ke atmosfer. Pengaruh DO terhadap biota perairan hanya sebatas pada
kebutuhan untuk respirasi, berbeda dengan pengaruh suhu yang cenderung lebih
komplek. Beberapa organisme perairan bahkan memiliki mekanisme yang
memungkinkan dapat hidup pada kondisi oksigen terlarut yang sangat rendah.
Beberapa contoh species yang memiliki kemampuan ini adalah larva dari Diptera
dan Coleoptera serta larva dan pupa dari Culex sp. Organisme
ini mempunyai sistem trachea terbuka seperti yang dimiliki oleh insekta
terrestrial. Organisme ini dapat mengambil oksigen untuk respirasi dengan
mengambil dari udara di permukaan air. Kemampuan tersebut menjadikan organisme
ini dapat digunakan sebagai bioindikator ekosistem perairan yang tercemar oleh
buangan limbah organik.
Bebrapa organisme perairan juga
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan yang miskin oksigen seperti yang
dilakukan oleh Planaria sp. Organisme ini apabila dalam perairan oksigen
terlarut sangat rendah maka akan menurunkan konsumsi oksigen untuk
respirasi, selanjutnya kekurangan oksigen tersebut akan dikompensasi
pada proses respirasi selanjutnya dengan meningkatkan konsumsi oksigen,
jadi organisme ini memiliki mekanisme yang unik dengan menyimpan oksigen
di dalam tubuhnya untuk dimanfaatkan ketika lingkungan DO nya rendah.
Mekanisme lain ditunjukan oleh species cacing Tubifex sp yang dapat hidup
pada kondisi perairan tercemar bahan organik dan miskin oksigen terlarut. Mekanisme
yang dilakukan oleh cacing ini adalah dengan membenamkan bagian kepalanya
ke dalam lumpur sedangkan tubuh yang lain menjulur ke perairan. Dengan luas
permukaannya organisme ini menyerap langsung DO melalui seluruh bagian tubuh
yang menjurai ke dalam air. Secara umum organisme perairan memiliki daya
adaptasi yang baik
terhadap DO rendah pada suhu yang relatif rendah. Hal ini berkaitan
dengan kebutuhan oksigen untuk proses fisiologis dan reaksi biokimiawi dalam
tubuh organisme.
3. BOD
Nilai BOD (Biological Oxygen
Demand) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme aerob
untuk aktivitas hidup. Secara spesifik dalam hal ini
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob
untuk mendegradasi senyawa organik dalam perairan. Setelah melalui berbagai
proses penelitian yang panjang dan berulang-ulang berhasil ditentukan
pengukuran BOD dilakukan selama 5 hari atau dikenal dengan BOD5 pada suhu 20°
C. Selisih antara
oksigen terlarut pada hari ke-0 dengan oksigen terlarut yang diukur
setelah hari ke-5
yang didedah pada suhu 20° C disebut sebagai banyaknya oksigen yang
dibutuhkan
oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik dalam
perairan. Nilai BOD
menunjukkan kandungan bahan organik dalam perairan, semakin tinggi
nilai BOD
maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut banyak mengandung
bahan organik di
dalamnya. Demikian juga sebaliknya, apabila nilai BOD rendah maka
mengindikasikan bahwa perairan tersebut miskin bahan organik.
4. COD
Nilai COD (Chemical Oxygen Demand)
menunjukan jumlah oksigen total
yang dibutuhkan di dalam perairan untuk mengoksidasi senyawa
kimiawi yang masuk
ke dalam perairan seperti minyak, logam berat maupun bahan kimiawi
lain. Besarnya
nilai COD mengindikasikan banyaknya senyawa kimiaei yang ada di
dalam perairan
dan sebaliknya rendahnya nilai COD mengindikasikan rendahnya senyawa
kimia di
dalam perairan. BOD dinyatakan dalam mg/lt
5. CO2
CO2 dalam air meskipun sangat mudah
larut dalam air tetapi umumnya berada dalam keadaan terikat dengan air
membentuk asam karbonat (H2CO3). Keterikatan CO2 dalam air dalam bentuk H2CO3 sangat
dipengaruhi oleh nilai pH air. Pada pH Air yang rendah (pH = 4) karbondioksida
berada dalam keadaan terlarut, pada pH antara 7 – 10 semua karbondioksida dalam
bentuk ion HCO3־,
sedangkan pada pH sekitar 11 karbondioksida dijumpai dalam bentuk ion CO32- , sehingga
dalam keadaan basa akan menyebabkan peningkatan ion karbonat dan bikarbonat
dalam perairan.
Karbondioksida dalam air dapat
berasal dari pengikatan langsung dari udara bebas, dan melalui proses respirasi
organisme. Karbondioksida dalam perairan sangat dibutuhkan terutama oleh
tumbu-tumbuhan air termasuk algae untuk fotosistesis. Ada perbedaan mendasar
antara fotosintesis yang berlangsung pada tumbuhan aquatik dengan fotosintesis
tumbuhan tersestrial. Sumber karbondioksida yang dibutuhkan pada proses
fotosintesis tumbuhan terestrial sepenuhnya langsung diambil dari atmosfir,
sementara proses fotosintesis dalam lingkungan aquatiktergantung pada sumber
karbondioksida yang terlarut dalam air. Ada jenis tumbuhan air yang dapat memanfaatkan
karbondioksida bebas yang terlarut dalam air secara langsung, tetapi karena pH
dalam perairan umumnya netral, maka jarang ditemukan karbondioksida dalam
bentuk bebas. Berdasarkan pada sumber karbondioksida yang dibutuhkan untuk proses
fotosintesis, maka tumbuhan air dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:
a.
Tipe fontinalis, yaitu tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan
karbondioksida bebas, seperti pada lumut air (Fonatinalis
antipyretica)
b.
Tipe Elodea, yaitu tumbuhan air yang untuk fotosintesis selain membutuhkan karbondioksida
bebas juga dalam bentuk ion-ion karbonat
c.
Tipe Scenedesmus, yaitu tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan
ion bikarbonat, biasanya dilakukan oleh ganggang hijau
Pada perairan yang mengandung
kalsium tinggi, karbondioksida akan berikatan dengan kalsium karbonat membentuk
kalsium hidrogen bikarbonat. Senyawa ini akan menjadi cadangan karbondioksida
untuk fotosintesis.
6. Nitrogen
Dalam ekosistem perairan nitrogen dapat terdapat dalam berbagai
bentuk. Sebagian besar dalam bentuk nitrogen molekuker (N2), dan sebagian kecil
dalam bentuk nitrit (NO2) atau nitrat (NO3), serta Amonia (NH4). Nitrogen
memegang peranan kritis dalam daur bahan organik untuk menghasilkan asam amino
yang merupakan bahan dasar penyusunan protein.
Nitrogen terlarut dalam ekosistem
perairan dapat berasal dari pengikatan molekul nitrogen oleh bakteri pengikat
nitrogen, penguraian sisa-sisa organisme yang mati, dan proses oksidasi yang
dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat siklus
nitrogen pada buku Limnology (Goldman)
7. Fosfat
Fosfat dalam ekosistem perairan
dapat terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti protein ataupun gula,
sebagian dalam bentuk kalsium fosfat (CaPO4) dan besi fosfat (FePO4) anorganik.
Fosfat tersedia melimpah dalam perairan dalam bentuk ortofosfat. Senyawa
anorganik ini dihasilkan oleh bakteri melalui pemecahan fosfat organik dari
organisme yang mati. Proses ini berlangsung relatif mudah dan cepat, sehingga
dalam ekosistem perairan fosfat bukan merupakan pembatas karena selalu tersedia
dalam jumlah yang cukup.
Langganan:
Postingan (Atom)